Gunung Kelimutu dengan kedalaman
1640 m dpl, tumbuh di dalam kaldera atau
tubusa, bersama dengan gunung kelido (1641 m dpl) dan gunung kelibara (1630 m
dpl). Ketiga gunung tersebut berada pada kompleks yang bersambungan kecuali
gunung kelibara yang terpisah oleh lembah kaldera Sokoria. Letak Puncak-puncak
gunung berapi ini terjadi karena perpindahan titik erupsi melalui sebuah celah
yang menjurus Utara ke selatan.
Dari ketiga gunung tersebut gunung
kelimutu merupakan kerucut tertua dan masih memperlihatkan aktivitas sampai
sekarang yang merupakan kelanjutan kegiatan gunung api tua Sokoria.
Struktur Gunung kelimutu dibangun
oleh batuan piroklastika (bom,Lapili, scoria, basta, abu, awan panas dan lahar)
serta lelehan lava. Permukaan lerengnya berkembang ke arah Timur, Tenggara dan
Barat daya dengan topografi kasar sedang dibangun oleh aliran piroklastika dan
lahar serta lelehan lava andesit, penyebaran lereng barat dan selatan bereliaf
sedang, dibangun oleh kegiatan kelimutu muda tapi terhalang pleh gunung
kelibera, sedangkan lereng barat dan utara memperlihatkan morfologi berelief
kasar
Pada puncak kelimutu terdapat 3
buah sisa kawah yang mencerminkan perpindahan puncak erupsi. Ketiga sisa kawah
tersebut kini berupa danau dengan warna air yang berlainan dan mempunyai ukuran
diameter yang bervariasi bernama: Tiwu
Ata Polo (Danau Merah), Tiwu Nua Muri Koo Fai ( Danau Hijau) dan Tiwu Ata Mbupu
(Danau Biru).
Sejarah Danau Kelimutu memang
kurang dikenal, namun menurut keterangan penduduk setempat gunung dengan tiga
danau berwarna ini telah ada sepanjang sejarah, dimana dinding diantara 2 danau
di bagian Timur dulunya bisa dilalui orang, tetapi sekarang dinding semakin
menipis dan hampir lenyap akibat peristiwa vulkanik berupa letusan dan gempa.
Berdasarkan catatan gunung kelimutu
meletus dahsyat pada tahun 1830 dengan mengeluarkan lava hitam watukali,
kemudian meletus lagi pada tahun 1869 – 1870 disertai aliran lahar dan membuat
suasana gelap gulita disekitarnya dimana hujan abu dan lontaran batu hingga
mencapai desa Pemo
Sumber : Direktorat Vulkanologi
Ditjen geologo dan Sumber Daya Mineral 1990
0 Comments